Sahabatku tukang sol sepatu

Minggu, 27 Maret 2011

Tekun, sabar dan bersyukur

      Setiap hari aku melewati jembatan Harmoni kalau mau berangkat kuliah karena aku menggunakan Trans Jakarta. Di bawah jembatan penyeberangan ada seorang tukang sol sepatu (bapak tua berusia hampir 70 tahun). Otomatis setiap kali aku melihatnya, aku ber-'say hello';  bahkan beberapa kali aku memperbaiki sol sepatu kepadanya. 
      Suatu kali, aku memberikannya sekotak nasi yang aku dapatkan dari sekolah tempatku berkarya. Nah sejak itu, kami selalu saling sapa kalau aku lewat di depannya. Yang membuatku merasa kurang enak adalah caranya menyapaku; tepatnya saat aku lalu dihadapannya. Ia akan menyapaku dengan membungkukkan badang dengan lengan di dadanya sambil tersemnyum penuh kesukaan; seolah-olah aku ini adalah Sakramen Maha Kudus.
Apa lagi kalau ia melihatku dari kejauhan, maka dia akan mengatur/merapikan sepatu-sepatu yang berserakan di depannya. Biasanya yang lewat duluan adalah Sr. Beti karena ia kuliah lebih awal dari aku. Maka ketika aku lewat Bapak itu akan berkata, "Bu, tadi sudah lewat, koq sekarang lewat lagi?". Aku menjawab, "oh...itu beda orang Pak." Dia terheran-heran karena bagi dia mungkin kami sama. 

Pernah 1 minggu yang lalu aku tidak melihatnya selama beberapa hari. Saat ia ada, aku pun bertanya, "Dari mana Pak koq beberapa hari tak kelihatan?" Ada rasa kehilangan juga. "Itu neng..abis pulang kampung dari Bandung" dengan logat sundanya yang medok. Suatu sore aku sengaja tidak menyapanya karena dia sedang asyik ngobrol dengan temannya, aku hanya lewat saja. Ternyata dia lihat bayanganku dan dengan spontan dia berteriak,"Neeeeng...berangkat???" Aku hanya melambaikan tangan sambil bergegas berlalu. Aku merasa dia sudah jadi sahabatku di saat aku tidak memperdulikan semua orang yang aku jumpai di jalan, masih ada orang yang menyadarkanku bahwa masih ada yang peduli padaku; dan bisa dikatakan Bapak itu pun minta dipedulikan. Mengajarkanku bahwa masih ada orang yang perhatian. 
Selama ini kalau aku jalan seperti kilat tidak peduli kiri dan kanan yang penting aku sampai di halte busway dan cepat dapat bis. 
Terimakasih sahabatku, Bapak sol sepatu! 
Senyum dan keramahanmu menyadarkanku. 
Sapaanmu begitu tulus.

"Neng, brangkat????"

(Sharing dari Sr. Entin, OSU/ Komunitas Santa Maria Juanda - Jakarta)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terima kasih untuk sharing-nya. Aku juga jadi tertarik memberi perhatian pada tukang sol sepatu yang sering kulihat di Lap. Banteng, tiap hari Kamis sore saat aku menuju STF Driyarkara.(Sr.Reta)

Posting Komentar