Perhentian Pertama

Senin, 26 Maret 2012



Inilah berita dan foto terbaru dari para probanis yang melakukan perhentian di Thailand, Materdei. Nampak wajah para suster yang tetap sadar kamera, berpose bersama Sr Tipknokh. 
 
Selain mengunjungi komunitas dan sekolah Ursulin di sana, para probanis dan Sr.Madeleine menyempatkan diri melihat-lihat kota. 

Misalnya mereka menyempatkan diri mengunjungi salah satu vihara di sana. Thailand yang terkenal dengan keindahan viharanya, membuat para suster probanis pun tak mau melewatkan kesempatan untuk semakin mengenal budaya para suster Ursulin Thailand melalui keanggunan arsitektur vihara di sana.





Dan menjelang subuh, mereka sudah berangkat ke perhentian berikut.
Dengan wajah ceria dan semangat mereka tiba di Thailand; dengan penuh syukur mereka melanjutkan perjalanan.

Lulus VS Lolos

Selasa, 20 Maret 2012

"Wah, saya tak bisa lebih lama lagi, saya harus pulang ke komunitas," kata seorang suster.
"Mengapa? kita masih perlu membahas beberapa hal," jawab yang lain.
"Ah, anak-anak mau ujian, saya perlu hadir di sekolah," jelasnya
Semua pun terdiam.
Begitulah salah satu dinamika yang dialami oleh para suster yang berkarya di pendidikan. Saat para siswa-siswi ujian, perasaan tegang pun ikut menjalar di hati mereka. Lulus atau tidak ya?...

Pasalnya, ada harapan agar semua lulus dengan nilai terbaik dari diri mereka. "Jadi, kalian diharapkan lulus bukannya lolos," ujar Romo Tomas Ulun, Pr dalam misa menjelang ujian yang diselenggarakan untuk siswi kelas IX SMP St.Ursula Jakarta. "Tahu bedanya lulus dan lolos?" tanya Romo Tomas Ulun lagi.
Anak-anak menggelengkan kepalanya.
Romo Tomas Ulun Pr

Romo Tomas Ulun pun menjelaskan bahwa di dunia pendidikan ada jenjang kelulusan. Jenjang pertama adalah cum laude yaitu lulus dengan predikat mendapat penghargaan. "Berikutnya adalah magna cum laude," Kata Romo Tomas Ulun "yaitu lulus dengan penghargaan tinggi", sambungnya. Jenjang ketiga adalah kelulusan dengan predikat maxima cum laude atau lulus dengan penghargaan lebih tinggi. "Nah, kelulusan paling tinggi adalah summa cum laude atau lulus dengan penghargaan setinggi-tingginya," jelasnya.
anak-anak mendengar dengan mata tak berkedip menatap Romo Tomas Ulun. "Tapi ada yang lulus dengan cara lain," ujarnya. "Mau tahu?" tanyanya. anak-anak mengangguk antusias.
"Nah, ini yang disebut predikat cum pietate alias LULUS dengan BELASKASIHAN!"
Geeeerrrr.... anak-anak tertawa.
 "Cum yang terakhir ini adalah lolos bukannya lulus!" jelas Romo Tomas Ulun. "Jadi, berusahalah dengan sebaik-baiknya agar kita semua bisa lulus dan bukan hanya lolos. AMIN?!!" tantangnya.
"AMIN!!!!!" jawab anak-anak semangat menerima tantangan tersebut.

Mendengar suara semangat dari mulut anak-anak membuat saya terharu. Ya, dalam hidup di dunia -- terutama di dunia akademik, kita selalu ada dalam sebuah posisi standarisasi tertentu. Untungnya dalam hidup rohani yang ada adalah standart belas-kasih. Cum pietate dari Allah yang disambut dengan semangat cum-cum yang lain dari hati saya.


Terima kasih Bapa Yang Baik, terima kasih Romo... terima kasih anak-anak... untuk kesempatan memenangkan hadiah dalam pertandingan iman ini.

Probanis: Menjelang Ziarah...

Senin, 19 Maret 2012

Menjelang akhir program probasi, para suster tetap mengisi waktu dengan cermat agar semakin berakar dalam kasih Kristus.

 Setiba di Komunitas Jl.Pos, mereka tetap memiliki jadwal pelajaran dan doa. Selain itu mereka menyediakan waktu untuk mempersiapkan presentasi tentang hidup rohani yang mereka alami selama ini untuk diungkap di Roma. Disela-sela kesibukan itu, mereka masih sempat untuk jalan-jalan dengan Sr.Madeleine dan Sr.Francesco ke Grand Indonesia. Mereka melihat air mancur menari yang ditayangkan setiap jam dan makan malam di Marche

senyum gembira .....


ini yang namanya: sadar kamera...

Menjelang Mursyawarah Ursulin Propinsi Indonesia 2012 berlangsung, berangkatlah Sr.Madeleine dengan enam personil Probanis. Inilah bentuk dari pemberian diri yang total dari mereka.
Lalu, bagaimana dengan enam Probanis yang lain? Mereka ternyata mempersiapkan segala macam yang belum selesai. Mulai dari membuat buku perjalanan yang lengkap dengan lagu, membuat name-tag untuk setiap tas, sampai menyiapkan amplop berisi kertas warna-warni dengan tulisan: "euro" untuk diperjalanan. Jadi, di ruang komputer di Jl.Pos mendadak penuh dengan kesibukan. Dan dalam kesibukan tersebut, mereka tidak lupa pada jadwal adorasi. Inilah bentuk kesungguhan dari usaha  membentuk pola hidup seimbang antara doa dan karya.

Dan akhirnya, tanggal keberangkatan pun tiba. Selepas sarapan pagi, Sr.Elda bersama Sr.Hermin tampil ke tengah ruang makan. "Saya, atas nama Sr.Madeleine dan suster probanis, mau mengucapkan limpah terima kasih atas segala perhatian, dukungan, dan cinta yang telah kami terima selama berada di sini," kata Sr.Elda dengan senyum manis. Ucapan terima kasihnya menjadi lengkap lantaran Sr.Elda menyempatkan diri bercerita lucu tentang Pace dari Papua. Cerita itu menutup ucapan terima kasih dengan tawa ceria.
Sr.Hermin yang juga berpamitan karena akan kembali ke Timor Leste tak mau ketinggalan. Dengan ditemani Sr.Elda, ia menutup ungkapan terima kasihnya pada komunitas dengan sebuah lagu pendek.
Menjelang pukul sembilan pagi, kedua-belas Probanis dengan Sr.Madeleine berangkat menuju bandara. Mereka akan memulai perjalanan ziarah untuk mempererat panggilan hidup sebagai relijius Ursulin Indonesia.

(Selamat Jalan dan Tuhan Berkati. Semoga sehat dan lancar-red)

“KUTEMUKAN SURGA DI MERAPI”

Jumat, 16 Maret 2012

Selama live in di Sumber, Tuhan mengajak saya masuk dan merasakan kehadiran Kerajaan-Nya yang terwujud di dunia. Laksana gunung Merapi nan gagah dengan kekuatannya yang maha dasyat, kemurahannya yang berlimpah-limpah diberikan untuk kehidupan. Seakan-akan tak berkesudahan berkatnya bagi alam dan kehidupan. Sungai yang mengalir dengan airnya yang jernih memberi hidup bagi alam dan manusia.
Itulah berkat Tuhan yang terus mengalir bagi kehidupan. Alam yang elok dengan hijaunya tumbuh-tumbuhan, memberi tanda dan harapan yang terus hidup, bertumbuh dan berkembang.
Orang-orang yang  hidup  dalam kesatuan yang harmoni dengan alam dan budaya, menggambarkan persatuan antara Sang Pencipta dan ciptaanNya. Kehidupan warga lereng Merapi yang sebagian besar petani dengan segala aktivitasnya memberi pelajaran yang berharga bagi saya untuk melihat betapa hidupnya kasih, iman dan harapan dalam hidup mereka. Perjuangan, kesetiaan, ketekunan untuk memelihara dan merawat tanaman sehingga menghasilkan buah. Hal ini membuat saya untuk melihat hidup panggilan  saya, sejauh mana saya merawatnya.
Kesetiaan mereka tetap menanam walaupun kalau dijual harganya tidak menentu, membawa saya untuk setia pada panggilan dan perutusan tanpa memikirkan penghargaan tetapi tetap tekun serta setia untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan sesama. Kesederhanaan dan persaudaraan yang saya alami membuat saya tertantang untuk dapat tetap sederhana dan penuh kasih dalam hidup panggilan dan pelayanan. Tidak ada kata yang dapat saya ucapkan selain syukur dan terima kasih untuk pengalaman yang boleh saya alami selama di Sumber. Biarlah semua itu menjadi kekayaan yang dapat saya bagikan sehingga dapat dirasakan oleh semua yang saya layani
 Sr. Yekti OSU


Copyright@ by : Edukasi Gerakan Masyarakat Cinta Air 2011
(sumber: www.egmca.net)

GEMERICIK SYUKUR YANG MENGALIR DARI SUMBER...

Senin, 12 Maret 2012


Saat aku mulai jelajah sungai, aku merasakan tubuhku diterpa semilirnya angin yang menyejukan...,
Ragaku disentuh hangatnya sinar mentari....
Mataku dipantulkan indahnya panorama bukit, gunung, awan gemawan, lembah, ladang, sawah,..

Jiwaku disegarkan dinginnya air Tuk  AYU NIRMALA...,
Hatiku dihibur merdunya kicauan burung-burung...
Aku disambut ramah dan cerianya tumbuh-tumbuhan..., Mereka mengundangku untuk mendekat pada MISTERI HIDUP....  mereka berbisik :
“Teman, karena aku TINGGAL PADA POKOK, kini kamu saksikan betapa rimbun daunku, betapa lebat buahku..., betapa subur diriku...”
Mereka unjuk dirinya sebagai ketimun, tomat, kacang panjang, cabe merah, cabe rawit, melon, rumput gajah...,
Mereka bernyanyi riang menghantarku melintasi bukit yang terjal, menuruni lembah yang curam..., rasa tak gentar menyertaiku dan tetesan keringat mengucuri tubuhku...
Mereka terus membawaku KE MATA AIR SANG SUMBER HIDUP KEPERJAMUAN  EKARISTI yang dirayakan di tengah samudera pasir, kerikil, batu yang diluapkan dari lubuk hati “MBAH LUWIH...”
Luar biasa, dasyat...
Dan aku hanya bisa terperangah, terdiam..., dalam DIA yang hidup, tinggal, dan diam sedekat-dekatNYA dalam keheningan, dalam alam semesta, sambil merundukan hati sedalam-dalamnya  di atas bumi yang tercinta,
Sambil ucap syukur pada Bapa atas kemuliaanMu, keagungan KasihMu...,
Yang Kau nyatakan dihadapanku dalam Yesus Kristus...,
Yang karena kuasa Roh Kudus diwartakan...,
Lewat kesaksian hidup dan iman dari hambaMu Romo Kirjito, Pr beserta teman-teman tani seperjuangannya,
dan teman-teman dalam peziarahan rohani komunitas Tersiat angkatan 2011-2012.

Sr. Madeleine Mail, OSU

Copyright@ by : Edukasi Gerakan Masyarakat Cinta Air 2011
(sumber: http://www.egmca.net)

Hukum Kasih di Ruang Sidang Sidoarjo

Jumat, 02 Maret 2012


 
Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun seorang laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dg alasan agar menjadi cnth bagi warga lainnya.

Hakim menghela nafas. dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.

”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU”.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang sidang.

‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.

"Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”

sebelum palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya.

Semoga di indonesia banyak hakim-hakim yang berhati mulia sepertii ini.

(sumber: FB Mintara Sufiyanta,SJ- terima kasih, Pater Mintara untuk sahring kisahnya-red)