Inspirasi Satu Jam

Selasa, 31 Mei 2011


( Dialog kecil mempunyai arti besar )

Suatu hari seorang anak kecil datang kepada ayahnya dan bertanya :
" Apakah kita bisa hidup tidak berdosa selama hidup kita...? "
Ayahnya memandang kepada anak kecil itu dan berkata :
" Tidak, nak... "

Putri kecil ini kemudian memandang ayahnya dan berkata lagi..." Apakah kita bisa hidup tanpa berdosa dalam setahun...?"
Ayahnya kembali menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum kepada putrinya.

" Oh ayah, bagaimana kalau 1 bulan, apakah kita bisa hidup tanpa melakukan kesalahan...?"
Ayahnya tertawa...
" Mungkin tidak bisa juga, nak..."

" OK ayah, ini yang terakhir kali...
Apakah kita bisa hidup tidak berdosa dalam 1 jam saja...?"
Akhirnya ayahnya mengangguk.
"Kemungkinan besar, bisa nak..."

Anak ini tersenyum lega...
" Jika demikian, aku akan hidup benar dari jam ke jam, ayah...
Lebih mudah menjalaninya, dan aku akan menjaganya dari jam ke jam, sehingga aku dapat hidup dengan benar... "

Pernyataan ini mengandung kebenaran sejati...
Marilah kita hidup dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan cara kita menjalani hidup ini...
Dari latihan yang paling kecil dan sederhana sekalipun...

Akan menjadikan kita terbiasa...
Dan apa yang sudah biasa kita lakukan akan menjadi sifat...
Dan sifat akan berubah jadi karakter...
Dan karakter akan menjadi destiny...


HIDUPLAH 1 JAM TANPA :
Tanpa kemarahan,
Tanpa hati yang jahat,
Tanpa pikiran negatif,
Tanpa menjelekkan orang,
Tanpa keserakahan,
Tanpa pemborosan,
Tanpa kesombongan,
Tanpa kebohongan,
Tanpa kepalsuan...

Lalu ulangi lagi untuk 1 jam berikutnya.. .

HIDUPLAH 1 JAM DENGAN :
Dengan kasih sayang kepada sesama...
Dengan damai,
Dengan kesabaran,
Dengan kelemah lembutan,
Dengan kemurahan hati,
Dengan kerendahan hati..
Dengan ketulusan kita belajar dari sekarang...
Semoga kita bisa melakukannya. 

(sharing inspirasi dari Pak Agus/Guru SMP St.Ursula Jakarta)

Basta! But Please..

Kamis, 26 Mei 2011

Sebenarnya saya tidak terlalu memuja Paus Johanes Paulus II. Dua kali saya pernah melihat secara langsung, pertama kali saat beliau berkunjung ke Indonesia. Pagi-pagi buta kami sudah pergi ke lapangan terbang (kalau saya tidak salah ingat) di Jogya untuk mengikuti misa, saya masih sebagai mahasiswa, kami beramai-ramai berusaha mencari tempat yang strategis. Kedua kalinya saya berjumpa lebih dekat lagi, saat mengikuti audiensi dengan beliau pada Pertemuan Religius Muda seluruh dunia di Roma tahun 1997. Selebihnya hanya mengikut berita beliau melalui mass media.
para suster dalam acara beatifikasi Paus Yohanes Paulus II
Demikian juga saat diumumkan akan diadakan beatifikasi pada tanggal 1 Mei, saya tidak terlalu antusias untuk pergi, karena membayangkan padatnya orang. Teman-teman tertiat khususnya yang dari Polandia sangat antusias. Tapi…. pikir punya pikir, rasanya sayang juga sudah ada di Roma tidak mengikuti acara yang menarik jutaan orang. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi juga menghadiri doa bersama pada malam hari di lapangan Circo Maximo, sebelum hari beatifikasi. Luar biasa... penuh sekali orang berkumpul dari berbagai macam negara, acaranya adalah mendengarkan kesaksian dari dokter yang merawat beliau selama sakit, kesaksian dari sekretaris beliau, suster yang mendapat mukjijat kesembuhan karena beliau, puji-pujian dan doa. Saya hanya terkagum dan termenung melihat semua itu. Pada layar lebar yang dipasang di setiap sudut, kita dapat melihat film tentang berbagai kegiatan beliau. Dari semua gambar dan kisah beliau yang paling mengesankan adalah gambar beliau yang berpegang pada Salib. Gambar itu bagi saya menggambarkan iman beliau yang luar biasa. Sebagai orang yang ternama pasti beliau juga banyak menderita. Tapi semua itu ditanggungnya dengan penuh kesabaran karena iman akan Salib Kristus. Yesus sendiri yang memberi kekuatan pada beliau.
Hari beatifikasi tiba, pagi-pagi Sr. Nur dan saya berusaha pergi ke Vatican tetapi kami tidak bisa bergerak karena sudah begitu padat. Akhirnya kami memutuskan pulang dan mengikuti acara beatifikasi dari televisi, seperti para suster di Indonesia. Kami menonton bersama di Ruang Kapitel dengan layar lebar. Di mana-mana orang demam dengan John Paul II, kota Roma penuh dengan gambar-gambar John Paul II, bahkan bis-bis pun dihias dengan gambar beliau. Selain itu untuk merayakan itu semua beberapa museum yang biasanya punya tarif cukup tinggi (apalagi untuk kantong orang Indonesia) hanya memungut satu euro..... tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan ini. Kapan lagi pergi museum di Roma hanya bayar 1 euro he3x....., tetapi hari tertentu ada gratisan juga.
Sabtu, 21 Mei 2011, karena sudah akan pulang ke Indonesia, maka saya berkeinginan untuk melihat makam Paus Johanes Paulus II yang setelah beatifikasi sudah dipindahkan ke dalam Basilica bukan di bagian bawah lagi. Kebetulan hari itu kami juga berencana berkunjung ke Kebun Vatican, karena ada kenalan dari Croatia sehingga kami bisa masuk.
Maka saya dan beberapa teman berangkat lebih awal dengan rencana mau mengikuti misa dan melihat makam beliau di Basilica St. Petrus. Pagi-pagi kami sudah berangkat, dan sampai di sana sudah banyak orang......kami mulai cemas karena antrean cukup panjang, pasti akan terlambat mengikuti misa pukul 08.30. Kami sudah pasrah.... yang penting bisa melihat makam. Kami tanya penjaga dan dikatakan bahwa tidak ada misa biasa, yang ada misa khusus karena ada perayaan 90 tahun salah satu universitas katolik di Italia.
Dengan segala kepasrahan kami masuk, kami belum tahu di mana letak makam beliau.... tapi kami melihat kerumunan. Saya tanya saja pada penjaga dengan bahasa Italia yang sepatah-sepatah," Apakah ada misa?" Penjaga mengatakan, "Ya... sekarang ada misa, silakan masuk." Langsung kami duduk mencari tempat dan adanya hanya di bangku paling depan.
Tanpa ragu saya dan beberapa teman duduk di bagian depan..... saya kaget setengah mati... di luar dugaan ternyata di depan mata saya adalah makam Beatus John Paul II. Kami tidak terlambat misa, karena baru dimulai pukul 08.45. Saya merasa ini benar-benar mukjijat, saya tidak hanya mendapat kesempatan untuk melihat makam beliau tapi melihat dari dekat dan mengikuti misa di altar makam beliau. Luar biasa!! Saya terkesima!
Saya bawa semua para suster dalam doa di hadapan Paus John Paul II, beliau sangat cinta dengan para religius. Belum habis terkesima saya, saat misa selesai, penjaga langsung menutup altar dengan tali pembatas, saya melihat banyak orang berusaha mendekat dan meminta barang-barangnya disentuhkan ke makam, maka saya juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, saya segera mengeluarkan rosario dan minta penjaga untuk menyentuhkan ke makam beliau.
Wah saya sempat kecewa karena mula-mula penjaga mengatakan "Basta" maksudnya dia sudah tidak mau lagi, tapi mungkin dia beriba hati melihat saya mengatakan, "please.... please... " Akhirnya dia ambil rosario dan menyentuhkan rosario saya pada makam beliau.
Kelihatannya hal-hal sederhana dan konyol, tapi... refleksi saya, belajar beriman juga dapat mulai dari hal-hal yang kelihatannya sederhana dan konyol. Pengalaman mengikuti misa dan melihat makam, serta rosario yang ditempelkan di makam beliau mengundang saya untuk belajar dari hidup Paus John Paul II, hidup yang bergantung pada Kristus. Beliau juga mempunyai penghormatan khusus kepada Bunda Maria, maka lewat beliau saya diingatkan lagi untuk lebih dekat dengan Bunda Maria.
(Sharing iman dari Sr. Moekti di Roma)