Dear Friends.
Ini ada tulisan bagus dari mahasiswi yg sedang kuliah di Jepang. Semoga memberikan inspirasi
Semoga bermanfaat! Kita dapat belajar dari semangat saudara-saudara kita dari Jepang. Mari kita "Bertekun dan Maju Sampai Akhir".
Salam,
Sr. Christine Hardisubroto,OSU
------------ --------- ---------
Say YES to GAMBARU!
By Rouli Esther Pasaribu
Ada satu kata yang selalu saya dengar di Jepang: motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama), motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi).
Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 saja yang kalo males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja. Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha abis-abisan)
Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan "mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu" (maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup memang pada dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.).
Terus terang aja, dua tahun saya di jepang, dua tahun juga saya tidak ngerti; alasan orang Jepang menjadikan gambaru sebagai falsafah hidup mereka. Bahkan anak umur 3 tahun seperti Joanna pun sudah disuruh gambaru di sekolahnya; misalnya mengenakan baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar tidak manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah tak boleh pakai kaos kaki karena kalau telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan,
Sakit sedikit, hanya bersin-bersin atau demam 37 derajat tidak perlu bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu sendiri. Akibatnya, kalau naik sepeda di tanjakan sambil bonceng Joanna, dan napasku kembang-kempis, kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo berjuang, mama ayo fight!). Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah penghabisan it's a must!
Saya benar2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini sangat penting dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Aku tahu, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia. Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat Jepang panik kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalau mereka kemudian mulai merasa galau, menangis habis-habisan, tidak tahu harus bagaimana. Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan.
Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama bencana, aku memasang saluran tv dan menunggu lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun TV. Sibuk mencari di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan anak negeri juga saya tunggu2. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana, video klip tangisan anak negeri), sama sekali TIDAK disiarkan di TV. Jadi yang ada apaan dong? Ini yang saya lihat di stasiun2 TV :
1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah tokyo dan tohoku tidak terlalu lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena bencana
7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai banget harganya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang dan tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi (government official pakai kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati : *ada yang mencari istrinya, belum ketemu, wajahnya sudah sangat galau, tapi tetap tenang dan tidak emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)
*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini; Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.
Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala gambaru seperti ini, saya bener-bener merasa malu dan di saat yang bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya sangat terbatas, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu. Bisa dibilang, orang-orang jepang ini tidak punya apa-apa selain GAMBARU. Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam hidup.
Benar bahwa kita mesti berdoa, kita harus pasrah pada Tuhan. Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya, Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput yang bergoyang... ..I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat sekalipun, saya rasa bangsa kita tidak akan bisa maju. Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari tidak berani bertanggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas lagi, tidak berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari masalah, tidak mau menghadapi masalah, main salah2an, tidak mau berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan saja sudah nangis manja.
Maka, mulai hari ini, jika aku mendengar kata gambaru, saya akan berucap dengan rendah hati : Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya, orang-orang Jepang).
(tulisan ini telah diedit seperlunya tanpa menghilangkan/mengurangi makna aslinya-red)
Gambaru
Senin, 21 Maret 2011
Diposting oleh
Ursuline Post
di
11.20
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar