Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Uskup Pribumi Pertama
“Keputusanku untuk menjadi imam itu karena didorong untuk mengabdi
bangsa. Saya telah mencari beberapa kemungkinan profesi, tetapi tidak
ada yang lebih memungkinkan untuk memuliakan Tuhan dan sekaligus untuk
mengabdi bangsa selain menjadi imam”“Ini adalah tempat yang disucikan. Penggal dulu kepala saya, baru tuan boleh memakainya.”
“Jika kita benar-benar Katolik sejati sekaligus kita juga patriot sejati. Karenanya kita adalah 100% patriot, karena kita adalah 100% katolik.”
“Kemanusiaan itu satu, bangsa manusia itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar (umat manusia); demikian juga kendati tampak dalam kodrat laki-laki dan perempuan. Malahan, menurut kehidupan di dunia ini, seluruh umat manusia dan bangsa-bangsa saling membutuhkan satu sama lain; kalau tidak saling bekerja sama dan saling menolong pasti tak akan lepas dari bahaya, tidak akan terjelam kesejahteraan, tak akan ada kemajuan, tak akan ada tata susila, tak ada ketentraman dan keselamatan. (Surat Kegembalaan September 1940)”
“Anak-anakku laki-laki dan perempuan, yang disebut kusuma bangsa dan yang menjadi harapan Gereja, pandanglah kanan kirimu dengan hati dan pikiran yang jernih dan terbuka”
“Bapak-bapak dan ibu-ibu, didiklah anak-anakmu secara Katolik dan Nasional agar tetap lestari, berkembang dalam hal rohani dan jasmani, dengan memperhatikan agama dan kebangsaannya agar tetap teratur siap melaksanakan tugas rohani dan tugas umum lainya sebagaimana mestinya. Gemblenglah mereka dengan teladan perkataan dan tindakan kalian agar mereka memiliki watak dan kepribadian yang kokoh, dan teguh sehingga mampu menghadapi dan menanggung segala kesulitan dan tipu daya mana pun yang akan menghancurkan warisan bangsa dan leluhur kita. Juga agar mereka berani melawan segala usaha yang akan merusak sopan santun dan tata susila juga membongkar berbagai fitnah yang menyepelekan watak satria, tulus dan sederhana (Surat Kegembalaan Februari 1956)”
“Semoga dari rumah tangga katolik, yang betul-betul merupakan sumber hidup, sumber pendidikan, sumber kebahagiaan dan penghibur, menyumbangkan anak-anaknya sebagai pemimpin-pemimpin dan tenaga putera-puteri yang mampu membimbing golongannya menjadi golongan yang boleh dibanggakan oleh bangsa Indonesia (Pembukaan Kongres Pemuda Katolik)”
“Belajarlah dengan rajin, dengan sabar hati dan berbudi sesuai dengan kedudukanmu, supaya cukuplah kecerdasan, kepandaian, dan pengetahuan…perihal Tuhan dan wahyunya, perihal manusia, perihal semesta alam dengan segala isinya : perihal hubungan Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia, manusia dengan alam semesta, pun pula perihal Gereja dengan bentuk, tugas, dan sejarahnya demikian pula perihal bangsamu, tanahmu,dengan sejarahnya”
“Jiwa kita adalah merdeka, jika kita selalu menuntut apapun juga yang bersifat sungguh benar, sungguh baik, sungguh indah dengan leluasa”
“…yang diperhatikan oleh masyarakat kita adalah apakah Gereja Katolik beserta umatnya itu ada gunanya, berdaya guna untuk negar dan Rakyat Indonesia? Apakah umat katolik Indonesia memiliki keberanian yang tangguh untuk turut mengisi kemerdekaan – yang telah berhasil dijangkau – dengan tata tentrem, kertaraharja dan kemakmuran baik jasmani maupun rohani?”
“Memang, tidak sedikit jumlahnya orang yang kemudian menjadi luntur, menjadi sama seperti kanan kirinya, hilang kekhasannya sebagai Katolik. Sebagian malah enggan kalau ketahuan bahwa dirinya katolik; bangga bahwa dapat menyatu dengan cara menyamar, berkulit bunglon. Betapa kasihan.”
“…Swara -Tama tidak bermaksud membujuk orang berkalung rosario, menjajar medali-medali, dan mendaras doa sepanjang jalan. Yang dituju (oleh Swara-Tama) adalah agar dapat memberi tuntunan dan melatih cara hidup katolik lahir-batin, tidak memandang tempat, derajat kedudukan mapupun asal-usul. Segala pengalaman hidup akan dibeber dan dibahas dalam kacamata Katolik, agar para pembaca senantiasa memegang tekad serta keyakinannya baik di gereja, di jalan, di tempat perjamuan, pekerjaan dan tempat hiburan, atau dimanapun tanpa perduli kanan-kirinya, agar jelas memperlihatkan bahwa kehidupannya telah dilandasi keyakinan akan kehidupan yang luhur”
Dikutip dari Buku “Kilasan Kisah Soegijapranata oleh G. Budi Subanar, SJ”
(sumber: http://luxveritatis7.wordpress.com/2012/06/06/kutipan-katolik-edisi-mgr-soegijapranata-sj/)
0 komentar:
Posting Komentar