Kisah panjang yang indah dan inspiratif
Kisah ini membuka kembali lembar persahabatan diantara kita,
Setelah sekian lama ursulinePost tak mengunjungi anda,
salam kasih Kristus Yesus bagi kita semua.
Dua pilihan
mana yang akan kau pilih?
engkau dapat membuat pilihan.
tidak ada tanda pun arah, karena itu memang tak ada
baca sajalah.
dan pertanyaanku adalah: apakah engkau akan membuat pilihan yang sama?
Dalam sebuah acara makan malam pengumpulan dana untuk sekolah yang melayani anak dengan kebutuhan khusus, ayah dari seorang siswa menyampaikan pidato yang tak terlupakan oleh mereka yang hadir. Setelah menyampaikan penghargaan atas kerja keras dan dedikasi dari sekolah serta para guru dan karyawan, ia mengajukan sebuah pertanyaan: "Ketika tidak ada pengaruh dari luar, segala sesuatu berjalan begitu alamiah, dan itu terjadi dalam kesempurnaan. Dan putra saya, Shay, tidak dapat belajar seperti anak pada umumnya. Ia tak dapat mengerti berbagai hal seperti anak lain. Dimana proses alamiah itu terjadi dalam putra saya?
Para hadirin dipenuhi dengan pertanyaan.
Sang ayah melanjutkan, "Saya percaya saat seorang anak seperti Shay, yang mengalami cacat mental dan fisik, hadir di dunia, sebuah kesempatan untuk menyadari sifat alamiah manusia akan muncul dengan sendirinya; dan hal itu dapat muncul dari bagaimana orang lain bersikap pada anak tersebut."
Lalu ia menceritakan kisah ini:
Shay dan saya berjalan melewati lapangan rumput dimana sejumlah anak laki sedang bermain baseball. Shay bertanya "Menurut ayah, apakah mereka akan mengijinkan aku ikut bermain?" Saya tahu, pada umumnya tak ada anak lelaki yang bersedia membiarkan seorang anak seperti Shay bermain dalam tim mereka; tetapi sebagai seorang ayah, saya juga memahami bahwa seandainya putra saya bisa ikut bermain, itu akan memberikannya sebuah rasa memiliki dan percaya diri karena ia diterima oleh anak lain tanpa memandang kecacatannya.
Saya mendekati salah satu anak lelaki di lapangan dan bertanya (tanpa terlalu berharap): apakah Shay dapat ikut bermain. Anak lelaki itu melihat dan berkata "Kita kalah enam angka, sekarang sedang diputaran ke delapan, saya kira ia bisa main dalam tim kami; dan kita coba memasukannya pada putaran ke sembilan."
Shay berjalan dengan susah payah menuju bangku tim-nya; lalu dengan senyum lebar, ia mengenakan kaos tim. Saya memandangnya dengan setitik air mata dan rasa hangat di hati. Anak-anak lelaki itu melihat kebahagiaan saya karena putraku diterima oleh mereka.
Dipenghujung putaran ke delapan, tim Shay berhasil memenangkan sejumlah skor tapi tetap tertinggal tiga angka.
Saat putaran ke sembilan, Shay mengenakan sarung tangan dan bermain di sayap kanan. Walau tidak ada bola yang menuju padanya, tampak jelas ia bergairah dengan hanya berada di dalam lapangan permainan. Ia tersenyum lebar saat saya melambai dari tempat duduk.
Di penghujung putaran ke sembilan, tim Shay berhasil memenangkan skor lagi
Sekarang, dengan dua pemain keluar dan di base sudah penuh dengan pemain, kemungkinan untuk menang sudah didepan mata. Shay dijadwalkan untuk menjadi pemukul berikutnya. Dalam situasi ini, apakah mereka membiarkan Shay menjadi pemukul dan artinya membiarkan kemungkinan mereka untuk menang pun melayang.
Mengejutkan, Shay diberikan tongkat pemukul. Semua orang tahu bahwa ia tak mungkin dapat memukul bola karena memegang tongkat pemukul saja tak bisa.
Walau begitu, saat Shay berdiri pada posisi pemukul, Sang Pelempar (pitcher) bola sadar bahwa ia perlu mengesampingkan kemenangan tim-nya sesaat demi Shay. Sang pelempar bola maju beberapa langkah dan melempar bola dengan lembut sehingga Shay dapat memukul bola itu.
Lemparan pertama datang dan Shay mengayunkan pemukul. Bolanya lolos. Sang Pelempar kembali maju beberapa langkah lalu melambungkan bola dengan lembut ke arah Shay. Bola kedua datang, Shay mengayunkan pemukulnya dan bola terpukul lalu memantul pelan ke tanah.
Permainan dapat berhenti.
Sang Pelempar bisa memungut bola dan dengan mudah melemparnya pada penjaga base pertama.
Shay dapat dikeluarkan dan itu adalah akhir dari seluruh permainan..
Akan tetapi, Sang Pelempar memilih untuk melemparkan bola itu jauh di atas kepala penjaga base pertama, di luar jangkauan teman-teman satu tim-nya.
Semua orang pun bangkit dari tempat duduk dan kedua tim mulai berteriak, "Shay, lari ke base satu, lari ke base satu!"
Tak pernah dalam hidupnya, Shay berlari sejauh itu, tetapi ia berhasil sampai ke base pertama.
Ia jatuh terduduk di garis base pertama, matanya terbuka lebar dan ia memandang takjub.
Semua orang berteriak, " Lari ke base dua, base dua!" dengan napas terengah-engah, Shay berlari menuju base dua. Ia berjuang agar tiba di sana.
Saat itu, penjaga sisi kanan lapangan mendapat bola. Anak yang paling kecil dalam tim mereka dan sekarang ia mendapat kesempatan untuk menjadi pahlawan bagi tim-nya.
Ia dapat melempar bola ke penjaga base dua sehingga permainan selesai karena Shay masih duduk di base dua. Tetapi anak kecil itu paham dengan niat Sang Pelempar bola. Maka, ia dengan sengaja melempar bola begitu tinggi dan jauh dari jangkauan penjaga base tiga.
Shay berlari menuju base ketiga. Ia lelah dan sulit berlari ke arah yang benar. Sementara semua berteriak "Shay, Shay, Shay!"
Shay mencapai base tiga karena penjaga lawan berlari menuju Shay dan membantunya berlari ke arah yang benar. Ia pun berteriak, "Lari ke base tiga, ke tiga!" Dan saat Shay tiba di base tiga, anak lelaki dari kedua tim dan penonton, berdiri sambil berteriak: "Shay berhasil, Shay berhasil!!"
Shay tiba di base akhir, dan meledaklah tepuk tangan bagi seorang pahlawan sebagaimana Shay menjadi pahlawan karena memenangkan tim-nya. "Hari itu," kata ayahnya pelan dengan air mata berlinang di pipi, "Anak lelaki dari kedua tim (menang karena) membawa cinta sejati dan kemanusiaan ke dalam dunia,"
Shay tidak hadir lagi dalam musim panas berikut. Ia meninggal di musim dingin, dengan tanpa melupakan bahwa ia pernah menjadi pahlawan dan itu membuat saya sangat bahagia. Saat tiba di rumah, ibunya menyambut pahlawan kecilnya dengan air mata.
DAN SEKARANG SEDIKIT CATATAN KAKI:
Kita semua mengirim ribuan lelucon lewat email tanpa berpikir panjang, tetapi saat akan mengirim pesan tentang pilihan hidup, kita umumnya berhenti dan berpikir. Hal-hal kasar, vulgar, seringkali lalu-lalang dengan bebas di dunia maya, tetapi diskusi terbuka tentang kepatutan seringkali terlewati di sekolah dan tempat kerja kita. Jika engkau berpikir untuk mengirim kembali pesan ini, kesempatan untuk memilah teman-teman tertentu saja, yang cocok, untuk menerima pesan seperti ini sebaiknya dihilangkan.
Orang yang mengirimkan pesan ini percaya bahwa kita dapat membuat perbedaan. Kita semua punya ribuan kesempatan, setiap hari, untuk membantu menyadari "hal-hal alamiah yang terjadi". Banyak tawaran yang disodorkan pada kita: apakah kita, mau mengambil pilihan dengan percikan cinta dan kemanusiaan atau kita membiarkannya berlalu sehingga dunia menjadi sedikit lebih dingin dalam seluruh prosesnya.
(Sharing kisah dari Pak Agus, guru SMP S.Ursula)
(English version)
A long but truly a lovely story !!!
Two Choices
What would you do?
you make the choice.
Don't look for a punch line, there isn't one.
Read it anyway.
My question is: Would you have made the same choice?
At a fund raising dinner for a school that serves children with learning disabilities, the father of one of the students delivered a speech that would never be forgotten by all who attended. After extolling the school and its dedicated staff, he offered a question:'When not interfered with by outside influences, everything nature does, is done with perfection. Yet my son, Shay, cannot learn things as other children do. He cannot understand things as other children do. Where is the natural order of things in my son?'
The audience was stilled by the query.
The father continued. 'I believe that when a child like Shay, who was mentally and physically disabled comes into the world, an opportunity to realize true human nature presents itself, and it comes in the way other people treat that child.'
Then he told the following story:
Shay and I had walked past a park where some boys Shay knew were playing baseball. Shay asked, 'Do you think they'll let me play?' I knew that most of the boys would not want someone like Shay on their team, but as a father I also understood that if my son were allowed to play, it would give him a much-needed sense of belonging and some confidence to be accepted by others in spite of his handicaps.
I approached one of the boys on the field and asked (not expecting much) if Shay could play. The boy looked around for guidance and said, 'We're losing by six runs and the game is in the eighth inning. I guess he can be on our team and we'll try to put him in to bat in the ninth inning.'
Shay struggled over to the team's bench and, with a broad smile, put on a team shirt. I watched with a small tear in my eye and warmth in my heart. The boys saw my joy at my son being accepted.
In the bottom of the eighth inning, Shay's team scored a few runs but was still behind by three.
In the top of the ninth inning, Shay put on a glove and played in the right field. Even though no hits came his way, he was obviously ecstatic just to be in the game and on the field, grinning from ear to ear as I waved to him from the stands.
In the bottom of the ninth inning, Shay's team scored again.
Now, with two outs and the bases loaded, the potential winning run was on base and Shay was scheduled to be next at bat.At this juncture, do they let Shay bat and give away their chance to win the game?
Surprisingly, Shay was given the bat. Everyone knew that a hit was all but impossible because Shay didn't even know how to hold the bat properly, much less connect with the ball.
However, as Shay stepped up to theplate, the pitcher, recognizing that the other team was putting winning aside for this moment in Shay's life, moved in a few steps to lob the ball in softly so Shay could at least make contact.
The first pitch came and Shay swung clumsily and missed.The pitcher again took a few steps forward to toss the ball softly towards Shay.
As the pitch came in, Shay swung at the ball and hit a slow ground ball right back to the pitcher.
The game would now be over.
The pitcher picked up the soft grounder and could have easily thrown the ball to the first baseman.
Shay would have been out and that would have been the end of the game.
Instead, the pitcher threw the ball right over the first baseman's head, out of reach of all team mates.
Everyone from the stands and both teams started yelling, 'Shay, run to first!Run to first!'
Never in his life had Shay ever run that far, but he made it to first base.
He scampered down the baseline, wide-eyed and startled.
Everyone yelled, 'Run to second, run to second!'Catching his breath, Shay awkwardly ran towards second, gleaming and struggling to make it to the base.
By the time Shay rounded towards second base, the right fielder had the ball . the smallest guy on their team who now had his first chance to be the hero for his team.
He could have thrown the ball to the second-baseman for the tag, but he understood the pitcher's intentions so he, too, intentionally threw the ball high and far over the third-baseman's head.
Shay ran toward third base deliriously as the runners ahead of him circled the bases toward home.All were screaming, 'Shay, Shay, Shay, all the Way Shay'
Shay reached third base because the opposing shortstop ran to help him by turning him in the direction of third base, and shouted, 'Run to third!Shay, run to third!'As Shay rounded third, the boys from both teams, and the spectators, were on their feet screaming, 'Shay, run home! Run home!'
Shay ran to home, stepped on the plate, and was cheered as the hero who hit the grand slam and won the game for his team'That day', said the father softly with tears now rolling down his face, 'the boys from both teams helped bring a piece of true love and humanity into this world'.
Shay didn't make it to another summer. He died that winter, having never forgotten being the hero and making me so happy, and coming home and seeing his Mother tearfully embrace her little hero of the day!
AND NOW A LITTLE FOOT NOTE TO THIS STORY:
We all send thousands of jokes through the e-mail without a second thought, but when it comes to sending messages about life choices, people hesitate.The crude, vulgar, and often obscene pass freely through cyberspace, but public discussion about decency is too often suppressed in our schools and workplaces.If you're thinking about forwarding this message, chances are that you're probably sorting out the people in your address book who aren't the 'appropriate' ones to receive this type of message Well, the person who sent you this believes that we all can make a difference.We all have thousands of opportunities every single day to help realize the 'natural order of things.'So many seemingly trivial interactions between two people present us with a choice:Do we pass along a little spark of love and humanity or do we pass up those opportunities and leave the world a little bit colder in the process?
-priska natasya-
What Would You Do?
Selasa, 26 Juli 2011
Diposting oleh
Ursuline Post
di
14.54
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
inspirational
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar